Penundaan Pemilu 2024 Adalah Penjarahan Konstitusi dan Penjajahan Konstitusional

Akhir-akhir ini publik digelisahkan dengan munculnya isu penundaan Pemilu 2024 yang digelontorkan oleh beberapa elit partai. Banyak pihak menilai wacana penundaan ini merupakan kemasan lain dari upaya menggoalkan wacana presiden tiga periode.

Berkait kelindan dengan isu ini ialah upaya sebagian elit politik yang mengangkat kembali isu amandemen UUD 1945, dan upaya pemindahan IKN di tengah kegelisahan publik terkait perkembangan ekonomi akibat pandemi.

Dialektika Institute bekerjasama dengan ICMI Muda, Kliksaja.co, Bakhtin Institute dan LSIN hari ini (06/03/2022) menggelar diskusi melalui daring via zoom meeting dengan mengusung tema “Amandemen UUD 1945, Pemindahan IKN dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Kepentingan Rakyat atau Kepentingan Elit Politik?”

Hadir sebagai pembicara : AM Iqbal Parewangi (Ketua BKSP – Hubungan Internasional BPO RI 2014 – 2019), Poempida Hidayatullah (Ketua Umum Orkestra) dan Zuhad Aji Firmantoro (Mantan Ketua PB HMI dan Direktur Kajian Hukum CELIOS). Diskusi dimoderatori oleh Tumpal Panggabean (Ketua Presidium ICMI Muda Pusat).

Mengawali diskusi, salah satu narasumber Zuhad Aji Firmantor menyampaikan bahwa ada kecenderungan gerakan-gerakan elit politik saat ini yang ingin mempertahankan dan mengkonsolidasikan kekuasaan. Isu yang digulirkan paling awal ialah soal penundaan Pemilu 2024 oleh segelintir elit politik.

“Pemertahanan kekuasaan oleh elit tertentu ini jangan dibiarkan karena akan berimplikasi pada pembajakan demokrasi. Elit politik sudah melakukan percobaan dalam UU KPK dan Omnibus Law dan itu berhasil, maka saat ini, isu penundaan atau bahkan perpanjangan masa jabatan presiden bisa jadi akan berhasil jika kita tidak melakukan aksi-aksi nyata untuk melawannya, ” jelas Zuhad AJi, Mantan Ketua PB HMI MPO yanh juga Direktur CELIOS.

Sementara itu, narasumber lain. Poempida Hidayatulloh, ketua Oragnisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) menyinggung soal ketiadaan orientasi demokrasi di Indonesia.

“Arah demokrasi di Indonesia ini, terutama soal perpanjangan masa jabatan presiden masih belum jelas akan dikiblatkan kemana. Katanya ke Amerika Serikat, tapi dalam prakteknya saat ini, Indonesia seolah ingin mengikuti Xi Jinping di China atau Putin di Rusia. Kita kecam itu invasi Rusia ke Ukraina tapi kita adopsi cara kepemimpinannya,” jelas Poempida Hidayatulloh dalam pemaparannya.

Poempida, Mantan anggota DPR RI 2014-2019 tersebut menambahkan, bahwa situasi politik di Indonesia sangat jauh dari ideal.

Menurutnya sedikitnya ada tiga alasan politik Indonesia jauh dari idela. Pertama, terlalu banyak politisi di negeri ini dan sangat sedikit di antaranya yang menjadi negarawan; kedua, kekuasaan di Indonesia bukan digunakan untuk mensejahterakan rakyat tapi malah untuk dipegang erat demi memperkaya diri dan kelompoknya dan; ketiga, proses demokrasi di Indonesia cenderung bukan ke arah demokratisasi tapi malah melahirkan kekuasaan absolut.

Oleh karena itu,  Poempida secara tegas mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia telah melahirkan sesuatu yang non-demokratis, yaitu otoriter dan tirani.

Sementara itu AM Iqbal Parewangi, Ketua Majelis Istiqamah ICMI Muda menyinggung soal banyak sekali drama yang ditampilkan elit politik di negeri ini.

Menurutnya drama seperti bisnis PCR di kalangan pejabat negara, wacana Amandemen UUD 1945, penundaan Pemilu, pemindahan IKN, dan naiknya harga minyak dalam negeri.

Dimana menurutnya, semua itu merupakan bentuk lain dari penjarahan konstitusi dan penjajahan konstitusional.

Lebih lanjut Iqbal mengelaborasi lebih jauh tentang konsep penjarahan konstitusi dan penjajahan konstitusional ini dan praktiknya dalam fenomena politik di Indonesia.

Mantan anggota DPD RI 2014-2019 tersbeut membedah dengan merefer pada mulai dari Revolusi 1945 yang merupakan konsolidasi kekuatan imperealisme, Revolusi tahun 1965 yang menjadi titik konsolidasi komunisme, dan Revolusi Mental tahun 2014 yang merupakan konsolidasi oligarkh.

Berangkat dari fenomena ini, Iqbal lalu menjelaskan peranan cendekiawan muda dalam menghadapi problem-problem kebangsaan saat ini.

“Cendekiawan Muda harus tampil mengambil peran kesejarahan untuk melawan penjarahan konstitusi dan penjajahan konstitusi,” jelas Iqbal Parewangi.

Simak video selengkapnya diskusi dialektika institute :

Share:


Related Posts

Pancasila dan Gotong Royong

Sebelum merdeka dan menjadi negara, bangsa Indonesia telah melewati sejarah ratusan hingga ribuan...

Kesedihan Megawati, LSIN: Idealnya Kritik Disampaikan dalam Konteks Konstruktif

Baru- baru ini Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri  mengungkapkan kesedihanya lantaran banyak kritik...

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Add Comment *

Name *

Email *

Website

Please Install Theme Required & Recommended PLugins.